Salam Sehat Untuk Kita Semua
Pertanian di Indonesia dimulai sebagai sarana untuk tumbuh dan menyediakan makanan. Padi, kelapa, aren, talas, umbi-umbian, bawang merah, dan buah-buahan tropis termasuk produk paling awal yang dibudidayakan di nusantara.
Bukti budidaya padi liar di pulau Sulawesi sudah ada sejak 3000 SM. Beras telah menjadi makanan pokok bagi orang Indonesia selama ribuan tahun dan menempati posisi sentral dalam budaya dan masakan Indonesia.
Pentingnya beras dalam budaya Indonesia ditunjukkan melalui penghormatan terhadap Dewi Sri, dewi padi Jawa dan Bali kuno.Secara tradisional, siklus pertanian yang dikaitkan dengan penanaman padi dirayakan melalui ritual, seperti Seren Taun Sunda atau "pesta panen padi". Di Bali, sistem irigasi subak tradisional diciptakan untuk memastikan ketersediaan air yang cukup untuk sawah.
Bukti budidaya padi liar di pulau Sulawesi sudah ada sejak 3000 SM. Beras telah menjadi makanan pokok bagi orang Indonesia selama ribuan tahun dan menempati posisi sentral dalam budaya dan masakan Indonesia.
Pentingnya beras dalam budaya Indonesia ditunjukkan melalui penghormatan terhadap Dewi Sri, dewi padi Jawa dan Bali kuno.Secara tradisional, siklus pertanian yang dikaitkan dengan penanaman padi dirayakan melalui ritual, seperti Seren Taun Sunda atau "pesta panen padi". Di Bali, sistem irigasi subak tradisional diciptakan untuk memastikan ketersediaan air yang cukup untuk sawah.
Sistem irigasi dikelola oleh para pendeta dan dibuat di sekitar "kuil air".
Arsitektur vernakular Indonesia juga mengenal sejumlah gaya lumbung atau lumbung padi, seperti leuit Sunda, lumbung padi gaya Sasak, bentuk tongkonan Toraja, hingga rangkiang Minangkabau.Penanaman padi membentuk lanskap, dijual di pasar, dan disajikan di sebagian besar makanan.
Patung kuno dewi padi Dewi Sri.
Sementara beberapa panel relief di dinding candi, seperti Borobudur dan Prambanan, menggambarkan kegiatan pertanian, prasasti batu Jawa yang dapat ditelusuri kembali dari abad ke-8, menggambarkan raja mengenakan retribusi beras. Selain beras, relief Borobudur juga menggambarkan produk pertanian asli lainnya, seperti pisang (musa paradisiaca), kelapa (Cocos nucifera), tebu (Saccharum officinarum'), apel jawa (Syzygium samarangense), nangka (Artocarpus heterophyllus) , durian (Durio zibethinus) dan manggis (Mangifera indica).
Kerajaan lokal di Indonesia adalah salah satu negara paling awal yang berpartisipasi dalam perdagangan rempah-rempah global.
Kerajaan maritim kuno Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-11) dan Majapahit (abad ke-13 hingga ke-15) misalnya, terlibat aktif dalam perdagangan rempah-rempah dengan Cina,
India, dan Timur Tengah. Pelabuhan Sunda dan Banten merupakan pusat penting perdagangan lada pada abad ke-14 hingga ke-17.
Rempah-rempah endemik Indonesia tertentu seperti pala yang berasal dari Kepulauan Banda dan cengkih sangat dicari di Barat, dan mendorong Era Eksplorasi Eropa. Orang Portugis adalah orang Eropa paling awal yang hadir di Nusantara pada awal abad ke-16. Portugis, melalui perantara Spanyol, memperkenalkan produk Dunia Baru seperti cabai, jagung, pepaya, kacang tanah, kentang, tomat, karet, dan tembakau ke tanah nusantara.
Lonjakan perdagangan rempah global inilah yang menyebabkan para pedagang Eropa mencapai kepulauan Indonesia yang mencari sumber langsung rempah-rempah yang berharga, sekaligus menembus perantara di Asia (pedagang Arab dan India) dan di Eropa (pedagang Italia).
Pada awal abad ke-17, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) mulai memantapkan pengaruhnya di Nusantara, dengan membangun kantor perdagangan, gudang, dan benteng di Ambon dan Batavia. Pada saat itu, VOC memonopoli perdagangan komoditas rempah-rempah, terutama lada dan pala, dan secara aktif mengejar sahamnya dalam perdagangan intra-Asia dengan India dan Cina. VOC selanjutnya mendirikan perkebunan gula di Jawa dan Perkebunan kopi di Jawa, pada awal abad ke-20 Hindia Belanda.
Pada pergantian abad ke-19, VOC dinyatakan bangkrut dan dinasionalisasi oleh Belanda sebagai Hindia Belanda. Peristiwa ini secara resmi menandai masa penjajahan Belanda di Nusantara.[32] Pada pertengahan abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda menerapkan cultuurstelsel yang mewajibkan sebagian lahan produksi pertanian dikhususkan untuk tanaman ekspor. Sistem penanaman diberlakukan di Jawa dan bagian lain Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda antara tahun 1830 dan 1870. Sejarawan Indonesia menyebutnya sebagai Tanam Paksa ("Penanaman Paksa"). Belanda memperkenalkan sejumlah tanaman komersial dan komoditas untuk menciptakan dan membangun mesin ekonomi di koloninya. Pendirian perkebunan tebu, kopi, teh, tembakau, kina, karet dan kelapa sawit juga diperluas di daerah jajahan. Pada zaman Hindia Belanda, sektor pertanian diatur
oleh Departement van Landbouw (1905), Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel (1911) dan Departement van Ekonomische Zaken (1934).
Pada tahun 1942, Hindia Belanda jatuh di bawah kekuasaan Kekaisaran Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, sektor pertanian diawasi oleh Gunseikanbu Sangyobu.
Selama Perang Dunia II (1942—1945), Hindia mengalami kesulitan yang meliputi kelangkaan pertanian dan kelaparan. Hasil panen padi dan komoditas perkebunan dikuasai oleh penguasa militer kekaisaran Jepang. Usaha perkebunan yang merupakan sektor ekonomi utama, relatif ditutup selama Perang Pasifik dan perang kemerdekaan Indonesia berikutnya (1945—1949). Segala upaya di bidang pertanian difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan (beras) dan sandang (kapas). Otoritas Kekaisaran Jepang berusaha untuk meningkatkan produksi beras dan kapas di Hindia yang diduduki dengan memobilisasi tenaga kerja. Namun, kelangkaan komoditas penting ini terjadi dan mengakibatkan kelaparan dan kekurangan pakaian.
Republik Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Indonesia menjadi anggota United Nation's Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 1948. Kemitraan tersebut diperkuat dengan dibukanya kantor negara FAO pada tahun 1978. Sektor pertanian republik ini memiliki diawasi dan diatur oleh Kementerian Pertanian RI. Republik Indonesia juga menasionalisasi banyak infrastruktur, institusi dan bisnis ekonomi kolonialnya dan mewarisi sistem pertanian pendahulunya, Hindia Belanda.
Pada 1960-an hingga 1980-an, republik melakukan segala upaya untuk mengembangkan sektor pertanian pasca perang dan menyebabkan perluasan sektor yang signifikan. Selama era Suharto, pemerintah meluncurkan program transmigrasi yang merelokasi petani tak bertanah dari Jawa yang padat penduduk ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang berpenduduk sedikit, sehingga memperluas pertanian pertanian di pulau-pulau terluar wilayah tersebut.
Indikator pertumbuhan yang paling signifikan adalah perluasan perkebunan kelapa sawit yang menjadi bentuk baru program transmigrasi.
Saat ini, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan penghasil utama kopi, karet, dan kakao. Namun, Indonesia masih memiliki banyak lahan tidur yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. yang mencakup 40 juta hektar kawasan hutan terdegradasi yang telah berubah menjadi padang rumput setelah ditinggalkan oleh pemegang konsesi penebangan.
Komoditas pertanian dikenal dengan ketahanan ekonominya dan termasuk yang pertama pulih dari dampak krisis keuangan global.
Dengan sebagian besar penduduknya yang masih bekerja di sektor pertanian, Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik investasi asing dan mandiri kebutuhan pangannya apabila dikelola dengan baik dan benar.
Terima kasih Sudah membaca artikel ini yaa, sampai berjumpa di di artikel lainnya. yang mau menonton videonya silahkan di bawah ini yaa
Salam Sehat Untuk Kita Semua
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.